BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah Ibn Abi Sufyan Radhiallahu ‘anhu, dimana pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Al-Hasan Bin 'Ali Radhiallahu ‘anhuma menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan Radhiallahu ‘anhu, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Al-Khawarij dan Syi'ah. Dan kedudukan itu juga diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Berdirinya Daulah Umayyah
2. Budaya munarki-oligarki serta kudeta polotik dalam kekuasaan
3. Budaya perluasaan wilayah kekuasaan
4. Keadaan dan perkembangan keagamaan serta keilmuan pada masa dinasti bani umayyah
BAB II
ISI
1. KEKUASAAN DINASTI BANI UMAYYAH
A. Berdirinya Daulah Umayyah dan Penerapan Monarki Dalam Berkuasa
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah Ibn Abi Sufyan Radhiallahu ‘anhu, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah al-Hasan bin 'Ali Radhiallahu ‘anhuma menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan Radhiallahu ‘anhu, perang jamal dan penghianatan dari orang-orang al-khawarij dan syi'ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Ibn Muawiyah Rahimahullah. Muawiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah SWT.
Para Khalifah yang cukup berpengaruh dari Bani Umayyah ini adalah:
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M),
5. Abdullah Ibn Zubair Ibnul Awwam (Interegnum),
6. Abdul-Malik ibn Marwan (685- 705 M),
7. Al-Walid Ibn Abdul Malik (705-715 M),
9. Umar ibn Abdul-Aziz (717- 720 M) dan
10. Hasyim ibn Abd al-Malik (724- 743 M).
11. Marwan II Al-Himar. Rahimahumullahu ajma’in.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Wallahul Musta,’an.
B. Budaya Perluasan Wilayah Kekuasaan
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu ajma’in dilanjutkan kembali oleh daulah ini. Di zaman Muawiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah Radhiallahu ‘anhu dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik Ibn Marwan Rahimahullah. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid ibn Abdul Malik Rahimahullah. Masa pemerintahan al-Walid Rahimahullah adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Thariq bin Ziyad Rahimahullah, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar ibn Abdul-Aziz Rahimahullah, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi Rahimahullah. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi Rahimahullah terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah Radhiallahu ‘anhu mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul-Malik Rahimahullah mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul-Malik Rahimahullah juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abdul-Malik Rahimahullah diikuti oleh puteranya Al-Walid ibn Abd al-Malik Rahimahullah (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
C. Pergulatan Politik Dalam Kemajuan dan Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Karena Muawiyah Radhiallahu ‘anhu dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan al-Hasan bin Ali Radhiallahu ‘anhuma ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah Radhiallahu ‘anhu diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid Rahimahullah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid Rahimahullah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid Rahimahullah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdulah Ibn Zubair Ibnul Awwam Radhiallahu ‘anhuma ajma’in. Bersamaan dengan itu, kaum Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh al-Husein ibn Ali Radhiallahu ‘anhuma. Pada tahun 680 M, ia berangkat dari Mekkah ke Kufah atas tipu daya golongan Syi'ah yang ada di Irak. Ummat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid Rahimahullah. Mereka berusaha menghasut dan mengangkat al-Husein Radhiallahu ‘anhuma sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara dan seluruh keluarga Husein Radhiallahu ‘anhuma kalah dan al-Husein Radhiallahu ‘anhuma sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karballa.
Perlawanan orang-orang Syi'ah tidak padam dengan sebab terbunuhnya Husein Radhiallahu ‘anhuma. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi'ah terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan al-Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. al-Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan Abdullah ibn Zubair Radhiallahu ‘anhuma. Namun, ibn Zubair Radhiallahu ‘anhuma juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah.
Abdullah Ibn Zubair Radhiallahu ‘anhuma membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid Rahimahullah. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah al-Husein ibn Ali Radhiallahu ‘anhuma terbunuh. Tentara Yazid Rahimahullah kemudian mengepung Madinah dan Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid Rahimahullah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair Radhiallahu ‘anhuma baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik ibn Marwan. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka'bah diserbu. Keluarga Zubair Radhiallahu ‘anhuma dan sahabatnya melarikan diri, sementara ibn Zubair Radhiallahu ‘anhuma sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H/692 M.
Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (andalus). Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdul-Aziz Rahimahumullah (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan golongan Syi'ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Zakat diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Sepeninggal Umar ibn Abdul-Aziz Rahimahullah, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abdul-Malik Rahimahullah (720- 724 M). Namun Sayang penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abdul-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abdul-Malik Rahimahullah (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik Rahimahullah adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik Rahimahullah, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan II bin Muhammad al-Himar Rahimahullah, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
D. Keadaan dan Perkembangan Keagamaan Serta Keilmuan Pada Masa Dinasti Bani Umayyah di Spanyol
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a. Filsafat
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragossa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayatul- Mujtahid.
b. Sains
Imu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan binti Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibnul Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
c. Fiqh
Dalam bidang fiqh, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Yang memperkenalkan madzhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa'id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
d. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi' yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor-duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibnul-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-'Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.
Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota az-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada.
a. Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsyik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Az-Zahra, istana Al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain.
3. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman Al-Dakhil, Abdurrahman Al-Wasith dan Abdurrahman An-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa Dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abdurrahman (852-886M) dan Al-Hakam Ii Al-Muntashir (961-976M).
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada masa Muluk ath-Thawa'if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk ath-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.
BAB III
ANALISA DAN KESIMPULAN
Bani Umayyah yang pertama kali dipimpin oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan Radhiallahu ‘anhu, dimana pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Al-Hasan Bin 'Ali Radhiallahu ‘anhuma menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan Radhiallahu ‘anhu, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Al-Khawarij dan Syi'ah. Dan kedudukan itu juga diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh AllahSWT.
Dalam pemerintahan Bani Umayyahlah, sehingga Islam meluas keseluruh belahan dunia. Akan tetepi kerena memang seseoarang yang diberi dua komponen dalam hidupnya yakni, kelebihan dan kekurangan. Dan dengan kekurangan itulah sehingga Bani Umayyah merosot dan akhirnya dengan mudah digantikan oleh Daulah Abbasiyah.
PENUTUP
Untuk membentuk generasi teknik informatika yang unggul kreatif dan mandiri. Para dosen memberi kita satu pelajar yang mandiri dan memberi kasempatan kepada kita untuk kreatif di dalamnya, sehingga menjadi pekerjaan yang sempurna serta unggul, dan tugas itu adalah makalah ini.
1. Saran
Kami berharap agar tugas ini dapat tetap diadakan untuk mahasiswa-mahasiswi dari berbagai jurusan.
DAFTAR PUSTAKA
Syalabi, Ahmad, 1928, Cetakan Pertama; Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarata: PT Mutiara Sumber Widya,1992
HODGSON, Marshall G.S.; THE VENTURE OF ISLAM, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia; Jilid Pertama: Masa Klasik Islam; Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru. Jakarta: PARAMADINA, 1999. ISBN 979-8321-32-4
Syu'ub, Muhammad, 1997, Sejarah Bani Umayyah, Jakarta: PT Bulan Bintang
Syalabi, Ahmad, 1928, Cetakan Kedua; Sejarah kebudayaan islam, Jakarata: PT Mutiara Sumber Widya Baru,2003