Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Sub BAB I
1.1. Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
1.2. Pengertian dan Jenis-Jenis Metafisika Serta Hubungannya dengan Pengetahuan Ilmiah
Metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika, sesuatu di luar hal-hal fisik. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karya-karya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang di luar bidang fisika atau disiplin ilmu lain. Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan tentang Pengada (Being). (Runes, 1979: 196).
Metafisika diklasifikasikan menjadi 2 (C. Wolff), yaitu :
Metaphysica Generalis (ontologi); ilmu tentang yang ada atau pengada.
Metaphysica Specialis terdiri atas:
1. Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa dan raga.
2. Kosmologi; menelaah tentang asal usul dan hakikat alam semesta.
3. Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional.
Hubungan Metafisika dengan Ilmu Pengetahuan
1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain: metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan histories. (Kuhn)
2. Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatik (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam. (Kennick)
3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru. (Kuhn)
4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream, seperti: monisme, dualisme, pluralisme, sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu (Kennick)
5. Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berpikir yang cenderung subjektif dan menciptakan terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. (van Peursen)
6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptis Descartes hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yg paling kuat (Cogito Ergo Sum).
7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya manusia memiliki kebebasan utk merealisasikan dirinya sekaligus bertanggungjawab bagi diri, sesama, dan dunia. Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai (not value-free). (Bakker)
8. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetapi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan. (Bakker).
2.3. Asumsi dan Peluang dalam Ilmu Pengetahuan
Asumsi
Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002)
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat dalam suatu entimen . Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005):
1. Deterministik.
2. Pilihan Bebas
3. Probabilistik
Peluang
Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan di mana didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Peluang merupakan salah satu konsep yang sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, aplikasinya tidaklah terbatas hanya pada percakapan keseharian tersebut, namun juga mencakup wilayah konversasi yang lebih serius dan refleksif, yaitu sains. Dengan kata lain, peluang acapkali digunakan sebagai perangkat eksplanasi ilmiah. Hal ini seolah-olah dijustifikasi oleh Carl Hempel, salah satu filsuf sains utama pada abad 20, ketika dalam karya monumentalnya, Philosophy of Natural Science, mengakui adanya dua jenis wujud hukum yang berperan di dalam eksplanasi ilmiah, yaitu hukum yang universal (laws of universal form) dan hukum yang probabilistik (laws of probabilistic form).
3.1. Simpulan
Kedudukan Metafisika dalam filsafat, kuat. Pertama metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua seperti yang dikatakan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak terbatas terhadap fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta hingga batas kemampuan logika manusia
Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian.
Peluang merupakan salah satu konsep yang sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, aplikasinya tidaklah terbatas hanya pada percakapan keseharian tersebut, namun juga mencakup wilayah konversasi yang lebih serius dan refleksif, yaitu sains.
Epistemologi Ilmu Pengetahuan I
Jumat, 11 Juni 2010
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)