Entri Populer

Pengetahuan

Jumat, 11 Juni 2010

Pengetahuan


A.Teori Belajar
Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget. Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.

B. Lompatan Paradigmatik (Khun) Merton
1)PARADIGMA DAN KONSTRUKSI KOMUNITAS ILMIAH
Temuan-temuan Khun kemudian diterbitkan dalam karyanya The Structure of Scientific Revolutions, yang memang cukup mengguncang dominasi paradigma positivistic. Dalam bukunya itu, ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka-teki yang bekerja di dalam pandangan dunia yang sudah mapan. Menurut Thomas S. Kuhn, paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.Dengan memakai istilah “paradigma”, ia bermaksud mengajukan sejumlah contoh yang telah diterima tentang praktek ilmiah nyata termasuk di dalamnnya hukum Teori Aplikasi dan instrumentasi, yang menyediakan model-model, yang menjadi sumber komsistensi dari tradisi riset ilmiah tertentu.
Menurut Kuhn, tradisi-tradisi inilah yang oleh sejarah ditempatkan di dalam rubrik-ribrik seperti “Ptolemaic Astronomy” (ataucopernican), ”Aristotelian dynamic” (atau Newtonian),“corpuscular optics” (atau wave optics) dan sebagainya.
Pandangan Kuhn ini telah membuat dirinya tampil sebagai prototype pemikir yang mendobrak keyakinan para ilmuwan yang bersifat positivistik. Pemikiran positivism memang lebih menggaris bawahi validitas hukum-hukum alam dan hukum sosial yang bersifat universal, yang dapat dibangun oleh rasio. Mereka kurang berminat untuk melihat faktor historis yang ikut berperan dalam aplikasi hukum-hukum yang dianggap sebagai universal tersebut.

Fokus pemikiran Kuhn ini memang menentang pendapat golongan realis yang mengatakan bahwa sains-fisika dalam sejarahnya berkembang melalui pengumpulan fakta-fakta bebas konteks. Sebaliknya ia menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku melalui apa yang disebut paradigma ilmu. Menurut Kuhn, paradigma ilmu adalah suatu keraangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh sekelompok ilmuwan sebagai pandangan dunia (world view) nya. Paradigma ilmu berfungsi sebagai lensa yang melaluinya ilmuwan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.

2)PROSES PERKEMBANGAN ILMU
Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia tidak dapat terlepas sama sekali dari apa yang disebut –keadaan-“normal science” dan “revolutionary science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam texboook adalah termasuk dalam wilayah “sains normal”(normal science). Sains normal bermakna penyelidikan yang dibuat oleh suatu komunitas ilmiah dalam usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigma ilmiahnya.

Sains normal adalah usaha sungguh-sungguh dari ilmuwan untuk menundukkan alam masuk ke dalak kotak-kotak konseptual yang disediakan oleh paradigma ilmiah dan untuk menjelaskan , diumpamakan sains normal itu sebagai Sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah teka-teki. Sebagaimana penyelasaian-penyelesaian masalah teka-teki yang menggunakan gambar pada kotak untuk membimbingnya dalam menyelesaikan teka-teki itu, maka suatu paradigma ilmiah memberi komunitas ilmiah suatu gambaran tentang bagaimana sepatutnya bentuk dunia ilmiah mereka , yang dengan begitu semua serpihan-serpihan penyelidikan ilmiah digabungkan satu sama lain. Kemajuan sains normal diukur menurut banyaknya serpihan dari teka-teki yang dikumpulkan (yakni berapa banyak lingkungan ilmiah yang dapat diamati dan dipahami oleh komunitas ilmiah). Jadi pada dasarnnya, paradigma berkaiatan erat dengan sains normal.
Dalam wilayah “normal science” ada banyak persoalan yang tidak dapat terselesaikan atau terinkonsistensi. Hal ini oleh Kuhn disebut anomolies, keganjilan-kaganjilan, ketidaktepatan, ganjalan-ganjalan atau penyimpangan yang biasa terjadi dan dirasakan oleh para pelaksana di lapangan. Karena terkurung oleh rutinitas, para praktisi sering tidak menyadari adanya anomali yang melekat dalam wilayah “normal science”. Anomalies tidak dapat dipecahkan secara tuntas dalam wilayah “normal science”. Hanya kalangan peneliti serius, pengamat dan kritikus yang secara relatif mengetahui adanya anomalies tersebut . Mereka inilah para pelaku dari apa yang disebut sains luar biasa. Suatu komunitas ilmiah mulai mengumpulkan data yang tidak sejalan dengan pandangan paradigma mereka dengan alam. Jika paradigma tidak sempurna, maka ini akan memasuki keadaan krisis. Usaha untuk menyelesaikan krisis adalah proses sains luar biasa. Krisis adalah suatu mekanisme koreksi diri yang memastikan bahwa kekakuan pada fase sains normal tidak akan berkelanjutan. Jika anomolies yang kecil-kecil itu terakumulasi dan menjadi begitu akut dan suatu saat ditemukan penyelesaiannya oleh para ilmuwan. Artinya suatu komunitas ilmiah dapat menyelesaikan keadaan krisisnya dengan menyususn diri di sekeliling paradigma baru, maka oleh Kuhn ini dinamakan “revolusi sains” (revolutionary science).

B. Paradigma Merton
Robert King Merton lahir di Philadelphia pada tahun 1910 dan wafat pada tahun 2003. Dilahirkan dari kelas pekerja, Merton merupakan imigran Yahudi Eropa Barat. Merton mendapatkan pendidikan di South Philadelphia High School, dan mendapatkan pengarahah serta memulai karir di bidang sosiologi di bawah asuhan George E. Simpson di Temple University pada tahun 1927 hingga 1931, dan Pitirim A. Sorokin di Harvard University pada tahun 1931 hingga 1936. Meskipun dalam bidang akademik Merton banyak menerima anugrah dari berbagai universitas di seluruh dunia, namun karir percintaan Merton tidaklah semulus karir akademiknya. Merton tercatat dua kali menikah dan memiliki tiga orang anak, salah satunya adalah penerima Nobel di bidang Ekonomi, Robert C. Merton. Sewaktu kecil, Merton sering berkunjung ke Perpustakaan Carnegie yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Intensitas kedatangan Merton kecil inilah yang menarik perhatian George E. Simpson, dan kemudian menjadikan Merton sebagai asisten dalam berbagai riset yang dilakukannya. Sorokin menjadi pendorong utama bagi Merton untuk menyelesaikan studinya di Harvard, dan menjadikan Merton sebagai asisten utama dalam pengajaran dan penelitian. Tahun 1931, Merton lulus dari Temple College di Philadelphia dan langsung mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di Harvard University. Tahun 1936, Merton mendapatkan gelar doktor setelah mempertahankan desertasinya di bawah bimbingan George Sarton dengan tema “Science, Technology, and Society in Seventeenth-century England”. Merton banyak mengeksplorasi berbagai isu pada sekitar tahun 1930-an. Pada era itu, Merton lebih banyak memfokuskan pada konteks sosial dari sains dan teknologi, khususnya wilayah Inggris pada abad ke-17. Bidang kajian Merton semakin bertambah, di mana ia mulai mengeksplorasi berbagai tema seperti perilaku menyimpang, perilaku birokrasi, dan kompleksitas komunikasi pada masyarakat modern, dan semua itu ia laksanakan pada tahun 1940-an. Pada dasawarsa selanjutnya, Merton mengeksplorasi peran intelektual dalam birokrasi, unit dasar dari struktur sosial, peran dan status, hingga model dasar yang diadopsi oleh banyak orang sebagai sumber nilai dan basis untuk penilaian diri. Kajian Merton mengenai hal-hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, mengingat ia hidup pada era di mana kajian fungsionalis ala Parson sedang menjadi trend, meskipun pada era 1960-an kajian fungsionalisme telah kehilangan momentum yang membuatnya happening pada masa lalu. Model-model fungsionalis-struktural yang dinisbahkan kepada Parson boleh jadi mencapai masa keemasan pada era Merton. Hal penting yang harus diperhatikan adalah fakta bahwa Merton dipengaruhi oleh Parson karena Merton merupakan salah satu murid Parson. Memang benar bahwa Merton tidak hanya dipengarhui oleh Parson, namun juga oleh P.A. Sorokin, L.J Henderson, E.F Gay, dan George Simmel. Karir akademik Merton dapat dikatakan sangat bagus. Dari tahun 1936-1939 Merton menjadi pengajar di Harvard, tahun 1939-1941 menduduki posisi professor di Tulane University di New Orleans. Tahun 1941, Merton mengajar di Colombia University dan tetap berada di sana selama 38 tahun. Setelah pensiun pada tahun 1979-1984, Merton tetap aktif sebagai Special Service Proffessor, dan mengundurkan diri dari kegiatan mengajar pada tahun 1984. Sepanjang tahun itu hingga kematiannya tahun 2003, Merton lebih memfokuskan pada kegiatan di luar mengajar, di samping adanya fakta yang tidak dapat disangkal bahwa sepanjang hidupnya Merton telah mendapatkan gelar doktor kehormatan lebih dari 20 universitas di seluruh dunia.

C. Program Penelitian
Mengacu pada lima program utama Badan Litbang Pertanian, 13 subprogram, dan mandat penelitian maka BALITPA menyusun Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tinggi dan Strategis Komoditas pada Sub-Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tinggi dan Strategis Tanaman Pangan. Berdasarkan Sub-Program tersebut pada tahun 2005-2009, program penelitian Balitpa dipilah ke dalam program:
I. Pengelolaan Sumberdaya Genetik Padi,
II. Pengembangan Padi Unggul Spesifik,
III. Pengembangan Padi Hibrida,
IV. Pengembangan Padi Tipe Baru, dan
V. Diseminasi dan Promosi Hasil Penelitian.

Pengelolaan Sumberdaya Genetik Padi.Konservasi dilakukan terhadap varietas lokal, varietas unggul, varietas introduksi dan padi liar, dengan menyimpan benih varietas-varietas tersebut dalam ruangan bersuhu < 5oC dan secara periodik dilakukan rejuvinasi di lapangan. Selama rejuvinasi, dilakukan karakterisasi terhadap sumberdaya genetik tersebut secara bertahap, terutama dari aspek morfologi, fisiologi, fisiko kimia mutu, ketahanan terhadap hama penyakit, dan toleransi terhadap cekaman lingkungan abiotik. Untuk genotipe yang eksotik akan dilengkapi dengan informasi genetiknya. Data yang diperoleh dihimpun dalam bentuk pangkalan data, sehingga memudahkan pemulia tanaman dalam memilih tetua bahan persilangan dalam membentuk varietas unggul baru.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas partisipasinya