Entri Populer

Wacana Filsafat Ilmu I

Jumat, 11 Juni 2010

Wacana Filsafat Ilmu


A. Islamisasi Sain
Rekonstruksi Sains. Metodologi sains baru yang akan digunakan dalam rekonstruksi sains baru akan dicoba dirumuskan dengan meninjau beberapa komponen-komponen penyusun “sistem sains”. Sistem sains ini dapat dikatakan dikembangkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu. Pertanyaan nalar pertama adalah tentang pengalaman manusia bersentuhan, melihat, dan mendengar benda-benda dan gejala-gejala tangible tercandra di luar dirinya.
 Apa nama benda-benda dan gejala-gejala tangible yang tercandra yang ada di sekitar saya ? (definition problem)
 Bagaimanakah hubungan-hubungan yang paling mungkin (most probable relationship) antara benda-benda atau gejala-gejala tercandra ini ? (scientific problem)
 Bagaimanakah saya bisa memanfaatkan hubungan-hubungan ini untuk kepentingan saya ? (technological problem)
Hubungan antara pengamat dan amatan cukup jelas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pertama ini menghasilkan pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Namun penting untuk segera dicatat, bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang nama-nama benda, dan apalagi tentang dirinya sendiri sebagai manusia (pertanyaan eksistensial) tidak sepenuhnya bisa dijawab oleh diri manusia sendiri, semata-mata karena bahasa bukanlah gejala kesepakatan antar manusia, serta eksistensi manusia bukan hasil rekayasa dan keputusannya sendiri.
Komponen sains kedua menyangkut manusia –tentu pertama tentang dirinya sendiri-, yaitu tentang perasaan (emosi) (intangible, tapi tercandra), sebuah refleksi seseorang atas pengalaman emosionalnya. Domain sains ini memiliki hirarki yang lebih tinggi daripada domain sains sebelumnya.

Berbeda dengan pengetahuan, perasaan menimbulkan kehendak (karsa, kemauan) yang menggerakkan manusia, sedangkan pengetahuan tidak. Jawaban atas pertanyaan nalar kedua ini menghasilkan, mungkin salah satu yang terpenting, ilmu manajemen –disamping psikologi-, yaitu sebuah cara menggerakkan sekelompok manusia untuk melakukan aktifitas-aktiftas terencana demi mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Berbeda dengan pertanyaan nalar pertama, pertanyaan nalar kedua ini sudah memasuki persoalan “choice” atau “decision”. Inilah yang menyebabkan realitas manusia itu tidak tunggal, melainkan buah pilihan emosionalnya. Subyektifitas atau kesadaran manusia dimulai di tahap pilihan-pilihan emosional ini. Manusia dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan memilih emosi-emosi positif yang menguntungkan dirinya.

Spiritualitas dan Bahasa
Pertanyaan nalar keempat adalah tentang spiritualitas, yaitu siapakah manusia (dirinya sendiri) ini ? Jawaban atas pertanyaan ini memberi pijakan bagi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral. Nalar tidak mampu menjawab pertanyaan ini. Manusia tidak memiliki kapasitas untuk menjawab persoalan definisi diri (self-definition atau identity problem) ini. Pencarian tentang siapa dirinya ini telah dicoba dilakukan melalui eksperimentasi sejarah (manusia) yang panjang dengan bahan baku eksperimennya adalah manusia beberapa generasi.

Pertanyaan spiritualitas ini mengantar kita pada pertanyaan di sekitar rumusan pertanyaan itu sendiri. Kata-kata dan susunannya dalam sebuah kalimat itu pertama-pertama harus dianggap sebagai sebuah sistem aksiomatika (kerangka asumsi) dasar yang diyakini kebenarannya oleh penanya, namun biasanya tidak disebutkan secara eksplisit. Bahasa dengan demikian memberi jawaban bagi boundary value problem ini. Jika pertanyaan-pertanyaan nalar ini tersusun oleh kata dan kalimat, apakah manusia memiliki otoritas atas bahasa yang dipakainya untuk mengajukan pertanyaan atau melakukan proses penalaran ? apakah bahasa merupakan gejala kesepakatan manusia ? apakah bahasa merupakan gejala penaklukan ?

Sejarah manusia menunjukkan bahwa bahasa merupakan gejala penaklukan. Bangsa yang lebih unggul akan memaksakan (secara kekerasan atau tidak) bahasa mereka pada bangsa yang ditaklukkan. Adaptasi atau penyerapan bahasa asing ke dalam sebuah bahasa lainnya menunjukkan bahwa bangsa kedua ditaklukkan oleh bangsa pertama. Proses pembelajaran bahasa dalam interaksi ibu-anak jelas-jelas menunjukkan bahwa bahasa merupakan gejala penaklukkan, penaklukan oleh sebuah eksistensi yang lebih tinggi kepada eksistensi yang lebih rendah.
Jika bahasa merupakan alat berpikir manusia, maka bahasa akan menunjukkan tingkat kemajuan pemikiran bangsa pemakai bahasa tersebut. Di samping ada gejala rumpun bahasa (misalnya saja antara alif dan alfa, manakah yang lebih dulu diciptakan ? bangsa arab mengadopsi bangsa Yunani, atau sebaliknya ?), bahasa jelas bukan merupakan gejala kesepakatan.

Paradigma Sains Alternatif
Dalam tulisan ini diajukan sebuah paradigma sains alternatif. Untuk tujuan ini harus dikatakan, bahwa kata “iman” dan beragam bentuk turunannya amat banyak dibicarakan dalam al Qur’an, sehingga sesungguhnya lebih layak dipakai sebagai basis sains daripada kata “tauhid” yang sama sekali tidak dipakai dalam Al Qur’an. Bahkan jibril seolah membagi Al Qur’an ke dalam sebuah sistematika tertentu, yaitu iman, islam, ihsan, dan sa-ah.

Al Qur’an harus dipandang sebagai kerangka sistem aksiomatika ilmu -terutama ilmu sosial- karena tidak ada keraguan di dalamnya (la rayba fii hi), bahkan memberi penjelasan atas segala sesuatu (tibyaanan li kulli syai’in). Al Quran tersusun oleh kerangka teoretik ilmu-ilmu sosial (ayat-ayat muhkamaat), sedangkan lainnya merupakan penjelasan kerangka teori ilmu-ilmu sosial tersebut yang disajikan melalui perumpamaan-perumpamaan astronomi, biologi, fisika, dsb. (ayat-ayat mutasyaabihaat). Jadi, perbedaan antara muhkamat dan mutasyabihat adalah perbedaan antara isi/kandungan dengan bungkus/kandang, bukan anatara ayat yang jelas dan yang tidak jelas. Sebab jika hal ini menyangkut ayat-ayat yang jelas dan tidak jelas, kedudukan Al Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup tidak bisa lagi dipertahankan.
Al Qur’an sendiri mengajukan definisi sains, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Ar Rachman. Lima ayat pertama surat Ar Rachman memberi definisi sains alternatif, yaitu saat mendefinisikan al bayyan sebagai rangkaian informasi dari Allah swt. tentang astronomi, biologi, dan kehidupan sosial.

Model kognitif atau metodologi sains alternatif bisa dirumuskan dengan memperhatikan surat Yunus : 5 yang menggambarkan metodologi sains ini melalui perumpaman astronomi. Jika realisme dan naturalisme dapat diibaratkan sebagai sebuah metode gerhana bulan (moon eclipse) , dan idealisme sebagai gerhana matahari (sun eclipse), maka metodologi alternatif ini adalah metode non-gerhana. Jika bulan melambangkan manusia, bumi melambangkan alam, dan matahari melambangkan Sang Pencipta, maka gerhana bulan menggambarkan penyembahan manusia atas alam semesta, sedangkan gerhana matahari menggambarkan penuhanan manusia atas dirinya sendiri.

Penuhanan diri sendiri yang sering dilakukan oleh para pemimpin agama gadungan digambarkan Qur’an melalui upaya-upaya kadzdzaba, yaitu “yaktubuuna al kitaaba bi aydii-him, tsumma yaquluuna haadza min ‘indillah, liyastaruu bihi tsmanan qaliilan”. Sementara penuhanan pada alam dilakukan oleh para saintis melalui proses-proses “pencurian” ilmu (tawallay), dengan mengatakan “penemuanku” daripada mengatakan “sunnatullah”.

Kesimpulan
Dalam rangka keluar dari krisis manusia modern sebagai krisis ilmu ini, ummat Islam perlu bekerja keras untuk membangun kerangka paradigmatik sains alternatif, dengan ciri pokok sebagai berikut :

1.Menjadikan Al Qur’an sebagai sebuah sistem aksiomatika sains sosial (sunnaturasul).

2.Sains alam (ayat-ayat mutasyabihaat) menyediakan data-data penjelasan bagi sains sosial (ayat-ayat muhkamaat) –sosiologi, ekonomi, politik, sejarah. Sains sosial berada dalam hirarki ilmu yang lebih tinggi daripada sains alam.
3.Ilmu dikembangkan dengan model kognitif atau metodologi non-gerhana, sebut saja metode “ibda’ bismillah wa akhir ha bil hamdulillah) di mana Allah swt sebagai wakil, manusia sebagai mutawakkil, dan alam sebagai ladang pengabdian manusia pada Allah swt yang senantiasa dilakukan “dengan asma Allah (bi-ismi-Allah), dan diakhiri dengan “sikap menyanjung kehidupan menurut ilmu Allah (al-hamdu lillah)”.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas partisipasinya